Realitas sosial mata pencaharian masyarakat kampung baru sebagai pengemis

Authors

  • Karomatul Nurul Fatimah Universitas Negeri Malang
  • I Dewa Putu Eskasasnanda Universitas Negeri Malang
  • Siti Malikhah Towaf Universitas Negeri Malang
  • Sukamto Sukamto Universitas Negeri Malang

DOI:

https://doi.org/10.17977/um063v2i7p609-618

Keywords:

realitas sosial, mata pencaharian, pengemis

Abstract

The existence of beggars is one of the social phenomena that concern for the life of Indonesian society. Nevertheless, in reality, it is often heard there are some areas that are known many of its citizens survive as beggars. The area is often referred to as a village of beggars. One of the beggar villages in the province of East Java is Kampung Baru Sidowayah Village Beji District of Pasuruan. The purpose of this study is to describe the social reality of the history of Kampung Baru's existence, the characteristics of the people who work as beggars, the reasons why many Kampung Baru people make beggars the main livelihoods, and what are the effects of begging for the life of the community. This research is done by qualitative method by using social construction approach. The result of the research shows that the reason of Kampung Baru's residents to be beggars is because of the history of Kampung Baru, which is a region for homeless relocation, lack of access to water and the inability of people to buy agricultural land or plantations, and low education and skills are the reasons why people continue to work as beggars. Being a beggar is better than unemployment because it can generate attractive income. Attributed to the social construction theory, Kampung Baru people continue to survive as beggars also due to the absence of social sanctions from the surrounding community. Being a beggar is a natural activity so it is passed on to the child and his descendants. It is further known that working with beggars turns out to have a devastating effect on people's lives. As a result of begging the citizens tend to have a lazy nature, like things that are practical, and do not have good social ties. Due to the begging activities carried out almost daily through the night, the majority of New Kampung residents are not much at home and interact with neighbors. This then leads to an individualistic attitude in society.

Keberadaan pengemis adalah salah satu fenomena sosial yang memprihatinkan bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Meskipun demikian pada realitanya sering terdengar ada beberapa wilayah yang diketahui banyak warganya bertahan hidup sebagai pengemis. Wilayah tersebut sering disebut sebagai kampung pengemis. Salah satu kampung pengemis di provinsi Jawa Timur adalah Kampung Baru Desa Sidowayah Kecamatan Beji Kabupaten Pasuruan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan realitas sosial bagaimana sejarah keberadaan Kampung Baru, karakteristik masyarakat yang bekerja sebagai pengemis, alasan banyaknya masyarakat Kampung Baru menjadikan pengemis sebagai mata pencaharian utama, dan apa dampak pengemis bagi kehidupan masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dengan menggunakan pendekatan konstruksi sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan warga Kampung Baru menjadi pengemis karena akibat sejarah Kampung Baru yang memang merupakan wilayah untuk relokasi tunawisma, minimnya akses air dan ketidakmampuan warga untuk membeli lahan pertanian atau perkebunan, serta pendidikan dan keterampilan yang rendah menjadi sebab masyarakat tetap bekerja sebagai pengemis. Menjadi pengemis dirasa lebih baik daripada menganggur karena dapat menghasilkan pendapatan yang menarik. Dikaitkan dengan teori konstruksi sosial ternyata masyarakat Kampung Baru tetap bertahan menjadi pengemis juga akibat tidak adanya sanksi sosial dari masyarakat sekitar. Menjadi pengemis adalah kegiatan yang wajar sehingga kemudian diwariskan kepada anak dan keturunannya. Lebih lanjut diketahui bahwa bekerja menjadi pengemis ternyata memiliki dampak buruk bagi kehidupan masyarakat. Akibat mengemis para warga cenderung memiliki sifat malas, menyukai hal-hal yang bersifat praktis, dan tidak memiliki ikatan sosial yang baik. Akibat kegiatan mengemis yang dilakukan hampir setiap hari hingga malam, mayoritas penduduk Kampung Baru tidak banyak berada di rumah dan berinteraksi dengan tetangga. Hal ini kemudian menimbulkan sikap individualistis dalam masyarakat.

References

Ahmad, M. (2010). Strategi Kelangsungan Hidup Gelandangan-Pengemis (Gepeng). Jurnal Penelitian, 7(2), 1-16.

Amin, C., Priyono, U., Hidayah, N., & Syahputra, B. M. (2017). Analisis Karakteristik dan Mobilitas Pengemis di Kota Salatiga. Flurecol Proceeding.

Anggriana, T. M., & Dewi, N. K. (2016). Identifikasi Permasalahan Gelandangan dan Pengemis di UPT Rehabilitasi Sosial Gelandangan dan Pengemis. INQUIRY: Jurnal Ilmiah Psikologi, 7(1).

Berger, P. L. (1990). Tafsir sosial atas kenyataan: Risalah tentang sosiologi pengetahuan.

BPS. (2018). Istilah Statistik Usia Produktif 2018. https://www.bps.go.id/istilah/¬index.html?Istilah%5B-katacarian%5D=usia&yt0=Tampilkan

Kepolisian Negara Republik Indonesia. (2014). Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2007 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis. http://ditlantas.sumut.polri.go.id/¬main/¬show-attachment/53

Buhari, A. T. (2015). Pengemis dalam tinjauan ekonomi Islam. Syaikhuna: Jurnal Pendidikan dan Pranata Islam, 6(1), 260-300.

Defandari, W. R. (2022). Potret pengemis di Kota Malang (studi kasus: Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2013). SKRIPSI Mahasiswa UM.

Dimas, D. (2013). Pengemis Undercover. Jakarta: Penerbit Titik Media.

Fatchan, A. (2013). Metode Penelitian Kualitatif 10 Langkah Penelitian Kualitatif Pendekatan Konstruksi dan Fenomenologi. Malang: Penerbit UM Press.

Holisoh, L. H. (2013). Dramaturgi Pengemis Lanjut Usia di Surabaya. Paradigma, 1(3).

Iqbali, S. (2008). Studi Kasus Gelandangan–Pengemis (Gepeng) di Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem. Piramida.

Khan, J. H., & Menka, S. (2013). Beggars in rural areas: A socio-economic analysis. Journal of Humanities and Social Science, 14(6), 122-129.

Mirna, D. (2015). Realitas Kehidupan Modern. https://www.kompasiana.com/darmina/realita-kehidupan-modern_54f5d43fa33311444f8b4699

Mukti, P. R. (2013). Strategi Pengemis Dalam Hidup Bermasyarakat di Kota Surabaya (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).

Musa, A. (2005). Agama dan Nasionalisme: Konstruksi Kiai terhadap Nasionalisme Pasca Orde Baru (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).

Nuraeni, H. G. (2015). Komodifikasi keagamaan di kalangan pengemis di Kampung Pengemis Kota Bandung. Jurnal Dakwah, 16(2), 257-89.

Rahmatillah, R. (2015). Konstruksi Sosial Praktek Mengemis Masyarakat Desa Kelampayan, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan (Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya).

Sari, A. D. (2015). Pelembagaan Perilaku Mengemis di “Kampung Pengemis” Studi Deskriptif Pengemis di Desa Pragaan Daya Kecamatan Pragaan Kabupaten Sumenep (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).

Sarker, S. (2016). Socio-Economic Status of Child Beggars in Sylhet City, Bangladesh. International Journal of Information Research and Review, 3(8), 2695-2700.

Setiawati, E. (2016). Konstruksi Sosial Praktik Mengemis Oleh Masyarakat Sekitar Makam Sunan Giri Kabupaten Gresik. Kajian Moral dan Kewarganegaraan, 4(3).

Soel, D. A. (2014). Persepsi Pengemis Dalam Prespektif Pelaku dan Pemerintah Kota Samarinda. Jurnal Universitas Mulawarman.

Sridiyatmiko, P. S. U. G. (2013). Keberadaan Komunitas Pengemis di Kota Yogyakarta: Kajian Sejarah Sosial Perkotaan Mengenai Budaya Kemiskinan Karena Proses Reproduksi Sosial. Historic Jurnal Penelitian dan Pemikiran Sejarah.

Supraptiningsih, U. (2016). Karakteristik Pengemis Perempuan Di Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan. NUANSA: Jurnal Penelitian Ilmu Sosial dan Keagamaan Islam, 13(2), 357-382.

Utami, T., Sriwanto, S., & Suwarsito, S. (2017). Tipikal Pengemis di Sepanjang Jalan Kebun Krumput Desa Pageralang Kecamatan Kemranjen Kabupaten Banyumas. Geo Edukasi, 5(1).

Wuryandani, W., & Pd, M. (2010). Integrasi nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran untuk menanamkan nasionalisme di sekolah dasar. In Proceding seminar nasional lembaga penelitian UNY (pp. 1-10).

Yatim, Y., & Juliardi, B. (2016). Studi Gender: Jaringan Sosial Pengemis Anak Perempuan Di Kota Bukittinggi. Kafaah: Journal of Gender Studies, 6(2), 201-214.

Yuniarti, L., & Affandi, M. (2013). Perilaku pengemis di Alun-alun Kota Probolinggo.

Zunita, P. R. (2015). Fenomena Pengemis Anak Studi Kualitatif Proses Sosialisasi Serta Eksploitasi Ekonomi pada Pengemis Anak di Makam Sunan Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).

Downloads

Published

2022-07-20

Issue

Section

Articles